Nama dosen : H. Hamsir Ahmad
Mata Kuliah : PVBP
Toksonomi, Morfologi, Siklus Hidup,
Dan Peranan Vektor Dalam Kesehatan
Basri
Po.71.3.221.11.1.051
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Politeknik Kesehatan Makassar
Jurusan Kesehatan Lingkungan
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan
bidang kesehatan saat ini diarahkan untuk menekan angka kematian yang
disebabkan oleh berbagai penyakit yang jumlahnya semakin meningkat. Masalah
umum yang dihadapi dalam bidang kesehatan adalah jumlah penduduk yang besar
dengan angka pertumbuhan yang cukup tinggi dan penyebaran penduduk yang belum
merata, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang masih rendah. Keadaan ini
dapat menyebabkan lingkungan fisik dan biologis yang tidak memadai sehingga memungkinkan
berkembang biaknya vektor penyakit (Menkes, 2010).
Vektor
adalah organisme yang tidak menyebabkan penyakit tetapi menyebarkannya dengan
membawa patogen dari satu inang ke yang lainnya. Vektor juga merupakan
anthropoda yang dapat menimbulkan dan menularkan suatu Infectious agent
dari sumber Infeksi kepada induk semang yang rentan. Bagi dunia kesehatan
masyarakat, binatang yang termasuk kelompok vektor dapat merugikan kehidupan
manusia karena disamping mengganggu secara langsung juga sebagai perantara
penularan penyakit seperti yang sudah di jelaskan di atas (Nurmaini,2001).
Penyakit yang ditularkan melalui vektor masih menjadi penyakit endemis yang
dapat menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa serta dapat menimbulkan
gangguan kesehatan masyarakat sehingga perlu dilakukan upaya pengendalian atas
penyebaran vektor tersebut (Menkes, 2010).
Adapun
dari penggolongan binatang yang dapat dikenal dengan 10 golongan yang dinamakan
phylum diantaranya ada 2 phylum yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia
yaitu phylum anthropoda seperti nyamuk yang dapat bertindak sebagai perantara
penularan penyakit malaria, demam
berdarah, dan
phylum chodata yaitu tikus sebagai pengganggu manusia, serta sekaligus sebagai
tuan rumah (hospes), pinjal Xenopsylla cheopis yang menyebabkan penyakit pes.
Sebenarnya disamping nyamuk sebagai vektor dan tikus binatang pengganggu masih
banyak binatang lain yang berfungsi sebagai vektor dan binatang pengganggu
(Nurmaini,2001).
Namun
kedua phylum tersebut sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia, untuk itu
keberadaan vektor dan binatang penggangu tersebut harus ditanggulangi,
sekalipun demikian tidak maungkin membasmi sampai keakar-akarnya melainkan kita
hanya mampu berusaha mengurangi atau menurunkan populasinya kesatu tingkat
tertentu yang tidak mengganggu ataupun membahayakan kehidupan manusia. Dalam
hal ini untuk mencapai harapan tersebut perlu adanya suatu managemen
pengendalian dengan arti kegiatan-kegiatan/proses pelaksanaan yang bertujuan
untuk menurunkan densitas populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan.
B. Tujuan
Mengetahui
definisi, jenis-jenis vektor penyakit, peranan yang dapat merugikan manusia,
serta mengetahui cara pengendaliannya.
BAB II
DASAR TEORI
A. DEFINISI
Peraturan Pemerintah No.374
tahun 2010 menyatakan bahwa vektor merupakan arthropoda yang dapat menularkan,
memindahkan atau menjadi sumber penularan penyakit pada manusia. Sedangkan menurut
Nurmaini (2001), vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan/menularkan
suatu infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang
rentan.
Vektor penyakit merupakan
arthropoda yang berperan sebagai penular penyakit sehingga dikenal sebagai arthropod
- borne diseases atau sering juga disebut sebagai vector – borne diseases
yang merupakan penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupun
epidemis dan menimbulkan bahaya bagi kesehatan sampai kematian.
Di Indonesia, penyakit –
penyakit yang ditularkan melalui serangga merupakan penyakit endemis pada
daerah tertentu, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria,
kaki gajah, Chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti.
Disamping itu, ada penyakit saluran pencernaan seperti dysentery, cholera,
typhoid fever dan paratyphoid yang ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah.
B. TAKSONOMI
NYAMUK
Adapun taksonomi nyamuk Ae.aegypti (Adang
iskandar, 1985) yaitu :
a. Phylum
: Arthropoda
b. Kelas
: Insekta
c. Ordo
: Diptera
d. Family
: culicidae
e. Sub family : Culicinae
f. Genus
: Aedes
g. Species
: Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti mempunyai badan kecil,
berwarna hitam dengan bintik-bintik putih. Hidup di dalam dan di sekitar rumah,
nyamuk ini bersarang dan bertelur di genangan air jernih, bukan di got atau
selokan kotor. Bahkan, nyamuk ini sangat menyukai bak mandi, tampayan, vas
bunga, tempat minum burung, perangkap semut dan lainnya. Kebiasaan lainnya
adalah suka hinggap pada pakaian yang bergantungan di kamar dan menggigit atau
menghisap darah pada siang hari.. Dalam hidupnya, nyamuk ini mempunyai
perilaku: mencari darah, istirahat dan berkembang-biak. Di saat setelah kawin,
nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur. Untuk itulah, nyamuk betina akan
menghisap darah manusia setiap 2–3 hari sekali, selama pagi sampai sore hari
pada waktu-waktu tertentu seperti pukul 08.00–12.00 dan 15.00–17.00. (Levi
Silalahi, 2004)
Untuk mendapatkan cukup darah, nyamuk betina
sering menggigit lebih dari satu orang. Nyamuk betina yang biasanya mencapai
umur satu bulan ini mempunyai jarak terbang sekitar seratus meter. Setelah
kenyang menghisap darah, nyamuk betina memerlukan istirahat 2–3 hari untuk
mematangkan telur. Tempat istirahat yang disukainya adalah tempat-tempat lembab
dan kurang terang, seperti kamar mandi, dapur, wc, baju yang digantung di dalam
rumah, kelambu, tirai, tanaman hias di luar rumah. (Levi Silalahi, 2004)
C. MORFOLOGI AEDES AEGYPTI
a.
Telur
Telur berwarna hitam dan setiap kali
bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar seratus butir telur dengan
ukuran sekitar 0,7 milimeter perbutir. Telur nyamuk ini tidak berpelampung,
sehingga satu per satu akan menempel ke dinding. Secara fisik, telur nyamuk
Aedes aegypti berbentuk lonjong dan mempunyai anyaman seperti kain kasa. Telur
tampak satu per satu teratur di pinggiran kaleng, lubang pohon, alas pot bunga,
dan lain sebagainya (Isna, 2008 )
Nyamuk akan bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air
bersih, seperti tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari: Bak mandi,
Wc, Tempayan, Drum air, Bak menara (tower air) yang tidak tertutup, sumur gali.
Selain itu, wadah berisi air bersih atau air hujan: tempat minum burung, Vas
bunga, Pot bunga, Ban bekas, potongan bambu yang dapat menampung air, Kaleng,
Botol, tempat pembuangan air di kulkas dan barang bekas lainnya yang dapat
menampung air walau dengan volume kecil, juga menjadi tempat kesukaannya. Telur
akan diletakkan dan menempel pada dinding penampungan air, sedikit di atas
permukaan air. Di tempat kering (tanpa air), telur dapat bertahan sampai enam
bulan. Pada umunya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu kurang lebih 2
hari setelah telur terendam. (Levi Silalahi, 2004).
b.
Jentik/Larva
Stadium larva /jentik biasanya berlangsung
6-8 hari. Larva nyamuk Ae. Aegypti mempunyai ciri-ciri antara lain adanya
corong udara pada segmen terakhir, pada segmen abdomen tidak ditemukan adanya
rambut-rambut berbentuk kipas (palmatus hairs), pada corong udara terdapat
pectan, sepasang rambut serta jumbai akan dijumpai pada corong (siphon),.setiap
sisi abdomen segmen kedelapan ada comb scale sebanyak 8-21 atau berjejer 1
sampai 3, bentuk individu dari comb scale seperti duri, sisi thorax terdapat
duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya sepasang rambut di kepala
Untuk lebih jelasnya lihat gambar dibawah ini :
Untuk lebih jelasnya lihat gambar dibawah ini :
c.
Pupa (kepompong)
Jentik nyamuk akan tumbuh menjadi pupa nyamuk. Pupa nyamuk ini biasanya
berada di bawah permukaan air. Pupa nyamuk yang masih dapat aktif bergerak di
dalam air tanpa makan, itu akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti baru setelah
1–2 hari. Pupa yang berbentuk terompet panjang dan ramping, sebagian kecil
tubuhnya kontak dengan permukaan air (Levi Silalahi, 2004)
d.
Nyamuk Dewasa
Nyamuk dewasa dengan panjang 3–4 milimeter,
mempuyai bintik hitam dan putih pada badan dan kepala serta ring putih di
kakinya (Levi Silalahi, 2004)
D.
SIKLUS HIDUP NYAMUK
Siklus hidup nyamuk sejak telur hingga
menjadi nyamuk dewasa, sama dengan serangga- serangga yang lain mengalami
tingkatan (stadia) yang berbeda- beda. Dalam siklus hidup nyamuk terdapat empat
stadia, yaitu Stadium telur, Larva, Pupa, dan dewasa. Stadium dewasa sebagai
nyamuk yang hidup di alam bebas, sedang ketiga stadia yang hidup dan berkembang
di dalam air.
a.
Telur
Nyamuk akan meletakkan telurnya di
tempat yang berair. Air dalam hal ini merupakan faktor utama, olh karena tanpa
air telur tidak akan tumbuh dan berkembang. Dalam keadaan kering telur akan
cepat kering dan mati, meskipun ada beberapa nyamuk yang telurnya dapat
bertahan dalam waktu waktu lama meskipun dalam lingkungan tanpa air (aedes).
b.
Larva/
Jentik
Untuk perkembangan stadium jentik
memerlukan tingkatan- tingklatan pula, antara tingklatan yang satu dengan
tingkatan lainnya bentuk dasarnya sama. Selama stadium jentik dikenal empat
tingkatan yang masing- masing tingklatan dinamakan instar. Untuk jentik nyamuk
instar pertama, kedua, ketiga dan keempat bulu- bulu sudah lengkap, sehingga
untuk identifikasi jentik diambil jentik instar keempat. Stadiumjentik
memerlukan waktu kurang lebih satu minggu. Pertumbuhan dan perkembangan jentik
dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah temperatur, cukup tidaknya
bahan makanan, ada tidaknya predator dalam ai, dan lain sebagainya.
c.
Pupa
Pupa adalah stedium akhir dari nyamuk
yang berada di dalam air. Stadium pupa tidak memerlukan makanan dan merupakan
stedium dalam keadaan inaktif. Pada stadium ini terjadi pembentukan sayap
sehingga setelah cukup waktunya nyamuk yang keluar dari kepompong dapat
terbang. Meskipun stadium pupa dalam keadaan inaktif, bukan berarti tidak ada
proses kehidupan. Pupa tetap memerlukan Oksigen, Oksigen masuk ke dalam tubuh
melalui corong nafas. Stadium pupa makan waktu kurang lebih 12 hari.
d.
Dewasa
Dari pupa akan keluar nyamuk/ stadium
dewasa. Berdasarkan jenis kelaminnya nyamuk dapat dibedakan atas nyamuk jantan
dan betina. Nyamuk jantan keluar lebih dahulu dari nyamuk betina, setelah
nyamuk jantan keluar, maka jantan tersebut tetap tinggal di dekat sarang
(breeding places). Kemudian setelah jenis yang betina keluar, maka sijantan
kemuadian akan mengawini betina sebelum betina tersebut mencari darah. Betina
yang telah kawin akan beristirahat untuk sementara waktu (1-2 hari) kemudian
baru mencari darah. Setelah perut penuh darah betina tersebut akan beristirahat
lagi untuk menunggu proses pemasakan dan pertumbuhan telurnya. Selama hidupnya
nyamuk betina hanya akali kawin. Untuk pertumbuhan telur yang berikut, nyamuk
betina mencari darah untuk memenuhi kebutuhan zat putih telur yang diperlukan.
Waktu yang dibutuhkan untuk menunggu proses perkembangan terurnya berbeda- beda
tergantung pada beberapa faktor diantaranya yang penting adaslah temperatur dan
kelembaban serta spesies dari nyamuk.
E. PERANAN VEKTOR DALAM KESEHATAN
Penularan penyakit pada manusia melalui vektor
penyakit berupa serangga yang dikenal sebagai arthropod-borne diseases
atau sering juga disebut sebagai vektor-borne diseases merupakan
penyakit yang penting dan seringkali bersifat endemis maupun epidemis
dan menimbulkan bahaya kematian. Di Indonesia, penyakit-penyakit yang
ditularkan melalui serangga merupakan penyakit endemis pada daerah tertentu
antara lain seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria, kaki gajah dan
sekarang ditemukan penyakit virus Chikungunya yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti, disamping penyakit saluran pencernaan seperti dysentery,
cholera, typhoid fever dan paratyphoid yang ditularkan secara
mekanis oleh lalat rumah (Chandra, 2006). Sebagai contoh kecenderungan penyakit
DBD di Indonesia semakin meningkat. Sejak Januari sampai dengan 5 Maret tahun
2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia sudah mencapai 26.015,
dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang. Kasus tertinggi terdapat di Provinsi
DKI Jakarta (Depkes RI, 2004).
Keberadaan vektor dan binatang penggangu harus
ditanggulangi, meskipun tidak mungkin membasmi sampai keakar-akarnya. Kita
hanya mampu berusaha mengurangi atau menurunkan populasinya ke satu tingkat
tertentu yang tidak mengganggu ataupun membahayakan kehidupan manusia. Harapan
tersebut dapat dicapai dengan adanya suatu manajemen pengendalian, dengan arti
kegiatan-kegiatan atau proses pelaksanaan yang bertujuan untuk menurunkan
densitas populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan (Nurmaini, 2001).
Penularan penyakit pada manusia melalui vektor
penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropod-borne diseases atau
sering juga disebut sebagai vektor-borne diseases. Ada 3 jenis cara
transmisi arthropod-bome diseases, yaitu (Chandra, 2006):
1. Kontak Langsung
Arthropoda
secara langsung memindahkan penyakit atau infestasi dari satu orang ke orang
lain melalui kontak langsung. Contohnya adalah scabies dan pediculus (Chandra,
2006).
2. Transmisi Secara Mekanik
Agen
penyakit ditularkan secara mekanik oleh arthropoda, seperti penularan penyakit
diare, typhoid, keracunan makanan dan trachoma oleh lalat. Secara
karakteristik arthropoda sebagai vektor mekanik membawa agen penyakit dari
manusia berupa tinja, darah, ulkus superfisial, atau eksudat. Kontaminasi bisa
hanya pada permukaan tubuh arthropoda tapi juga bisa dicerna dan kemudian
dimuntahkan atau dikeluarkan melalui ekskreta (Chandra, 2006).
Agen
penyakit yang paling banyak ditularkan melalui arthropoda adalah enteric
bacteria yang ditularkan oleh lalat rumah. diantaranya adalah Salmonella
typhosa, species lain dari salmonella, Escherichia coli, dan Shigella
dysentry yang paling sering ditemui dan paling penting. Lalat rumah dapat
merupakan vektor dari agen penyakit tuberculosis, anthrax, tularemia, dan
brucellosis (Chandra, 2006).
3. Transmisi Secara Biologi
Bila
agen penyakit multiflikasi atau mengalami beberapa penularan perkembangan
dengan atau tanpa multiflikasi di dalam tubuh arthropoda, ini desebut transmisi
biologis dikenal ada tiga cara, yaitu:
3.1 Propagative
Bila
agen penyakit tidak mengalami perubahan siklus, tetapi multiflikasi di dalam
tubuh vektor. Contohnya Plague bacilli pada rat flea
3.2 Cyclo-propagative
Agen
penyakit mengalami perubahan siklus dan multiflikasi di dalam tubuh arthropoda.
Contohnya parasit malaria pada nyamuk Anopheles.
3.3 Cyclo-developmental
Bila
agen penyakit mengalami perubahan siklus, tetapi tidak mengalami multiflikasi
di dalam tubuh arthropoda. Contohnya parasit filaria pada nyamuk Culex
dan cacing pita pada cyclops.
Beberapa
istilah dalam proses transmisi atrhropod-borne disease sebagai berikut
(Chandra, 2006):
1. Inokulasi (inoculation)
Masuknya
agen penyakit atau bibit yang berasal dari arthropoda kedalam tubuh manusia
melalui gigitan pada kulit atau deposit pada membrana mucosa disebut sebagai
inokulasi (Chandra, 2006).
2. Infestasi (infestation)
Masuknya
arthropoda pada permukaan tubuh manusia kemudian berkembang biak disebut
sebagai infestasi, contohnya scabies (Chandra, 2006).
3. Extrinsic Incubation
Period
dan Intrinsic Incubation Period
Waktu
yang diperlukan untuk perkembangan agen penyakit dalam tubuh vektor disebut
sebagai masa inkubasi ektrinsik, sedangkan waktu yang diperlukan untuk
perkembangan agen penyakit dalam tubuh manusia disebut sebagai masa inkubasi
intrinsik. Contohnya parasit malaria dalam tubuh nyamuk anopheles berkisar
antara 10-14 hari tergantung dengan temperatur lingkungan. Masa inkubasi intrinsik
dalam tubuh manusia berkisar antara 12-30 hari tergantung dengan jenis
plasmodium malaria (Chandra, 2006).
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.
Vektor penyakit merupakan vector yang berperan sebagai penular penyakit. Vektor
penyakit akibat serangga dikenal dengan arthropod - borne diseases atau
sering juga disebut sebagai vector – borne diseases
2.
Jenis-jenis dan klasifikasi vector penyakit yaitu phylum Arthropoda yang
terdiri dari crustacea Kelas Myriapoda Kelas Arachinodea Kelas hexapoda dan
phylum chodata yaitu berupa tikus.
3.
Peranan vektor penyakit adalah sebagai pengganggu dan penular penyakit dari
host ke pejamu (manusia)
4.
Pengendalian yang dapat dilakukan dalam mengendalikan vector penyakit adalah
Pengendalian Vektor secara Terpadu (PVT), Pengendalian secara alamiah
(naturalistic control) dan Pengendalian terapan (applied control)
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal,
D. 2010. http://fkmutu.blogspot.com/2010/12/makalah-pengendalian-vektor-penyakit.html
diakses pada tanggal 5 Maret 2011
Chandra,budi.
2003.Vektor Penyakit Menular Pada Manusia.
http://files.buku-kedokteran.webnode.com/200000024-3716638102/Vektor%20Penyakit.pdf
. diakses tanggal 4 maret 2011.
Nurmaini.
2001. Identifikasi vektor dan binatang pengganggu serta pengendalian
anopheles Aconitus secara sederhana.http://www.solex-un.net/repository/id/hlth/CR6-Res3-ind.pdf.
diakses tanggal 4 maret 2011.
Peraturan
Mentri Republik Indonesia nomor 374/Mekes/PER/III/2010.tenteng Pengendalian
Vektor. http://www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian Vektor%20.pdf. diakses
tanggal 4 maret 2011.
Rahayu,
Subekti. 2004. Semut Sahabat Petani.
http://www.blueboard.com/kerengga/pdf/rahuya.pdf. di akses tanggal 4 maret 2011
Komentar
Posting Komentar